Banjarmasin
Pahuma | 2025

Supian H.K Tandatangani Dokumen Kesepakatan: Dinamika Aksi dan Konteks Sosial-Politik di Kalimantan Selatan

Home / Politik / Supian H.K Tandatangani...

Publikasi PAHUMA | 01 Sep

Supian H.K Tandatangani Dokumen Kesepakatan: Dinamika Aksi dan Konteks Sosial-Politik di Kalimantan Selatan

Banjarmasin – Gelombang aspirasi masyarakat kembali menggema di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Selatan, Senin (01/09/2025). Aksi unjuk rasa yang dipelopori oleh Aliansi Rakyat Kalimantan Selatan Melawan berlangsung secara damai dan berakhir kondusif setelah Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Selatan, Drs. H. Supian H.K., S.H., M.H., menandatangani dokumen berisi tuntutan demonstran.

Tindakan tersebut menjadi titik balik penting, tidak hanya dalam meredakan situasi di lapangan, tetapi juga dalam memperlihatkan bagaimana lembaga legislatif daerah berfungsi sebagai penghubung antara aspirasi masyarakat dengan pemerintah pusat.

Dalam pernyataannya, H. Supian H.K. menegaskan bahwa setiap poin tuntutan akan dibawa ke tingkat nasional dan dikawal hingga terdapat tindak lanjut yang nyata. Ia juga menekankan pentingnya transparansi sebagai prinsip utama dalam mengelola proses advokasi politik ini.

“Seluruh poin aspirasi ini akan kita kawal dan perjuangkan. Prosesnya pun akan dipublikasikan secara terbuka melalui berbagai kanal media agar masyarakat mengetahui perkembangan yang terjadi,” ujarnya di hadapan massa aksi.

Hal ini mencerminkan fungsi DPRD bukan semata sebagai perumus regulasi daerah, tetapi juga sebagai representasi politik rakyat. Dengan menandatangani kesepakatan, DPRD Provinsi Kalimantan Selatan memperlihatkan bahwa lembaga legislatif daerah memiliki peran strategis dalam menjaga stabilitas politik sekaligus mengartikulasikan kepentingan publik di ranah pemerintahan pusat.

Tujuh tuntutan utama yang disampaikan Aliansi Rakyat Kalimantan Selatan Melawan mencakup isu-isu fundamental yang tengah mengemuka dalam dinamika sosial-politik nasional. Mulai dari reformasi kelembagaan DPR dan Polri, evaluasi kebijakan anggaran, hingga perhatian pada kesejahteraan tenaga pendidik serta perlindungan masyarakat adat. Berikut tujuh point yang dituntut oleh masyarakat kepada DPRD Provinsi Kalimantan Selatan:

a. Reformasi DPR: Aspirasi ini menunjukkan keresahan publik atas ketimpangan antara kesejahteraan wakil rakyat dengan kondisi ekonomi masyarakat. Tuntutan efisiensi gaji dan tunjangan mencerminkan desakan agar lembaga legislatif lebih akuntabel dan proporsional dengan realitas fiskal negara.

b. Reformasi Polri: Kritik terhadap represivitas aparat dan desakan revisi Undang-Undang Polri memperlihatkan kegelisahan publik akan praktik penegakan hukum yang dinilai kurang berkeadilan. Tuntutan pertanggungjawaban Kapolri juga menandai adanya krisis kepercayaan yang perlu ditangani secara serius.

c. Kasus Affan Kurniawan: Permintaan pengusutan tuntas atas meninggalnya seorang warga, Affan Kurniawan, menjadi simbol bagaimana masyarakat menuntut keadilan substantif, bukan sekadar prosedural.

d. Isu Ekologi dan Ekonomi: Penolakan atas kebijakan Taman Nasional Meratus, monopoli batubara, dan konflik agraria menegaskan bahwa persoalan lingkungan hidup dan distribusi sumber daya menjadi agenda krusial di Kalimantan Selatan. Dalam konteks ini, rakyat menuntut model pembangunan yang lebih berkeadilan.

e. Evaluasi Anggaran Negara: Kritik terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Merah Putih (KMP) yang dianggap tidak tepat sasaran menyingkap problematika alokasi anggaran nasional. Aspirasi ini mencerminkan kepedulian publik agar kebijakan fiskal benar-benar menyentuh kebutuhan rakyat, bukan sekadar bersifat seremonial.

f. Pendidikan dan Kesejahteraan Guru: Tuntutan peningkatan kesejahteraan tenaga pendidik, terutama guru honorer, menandai perhatian serius masyarakat pada kualitas pendidikan. Hal ini mengindikasikan bahwa isu pendidikan masih menjadi problem struktural di daerah-daerah terpencil dan tertinggal.

g. RUU Perampasan Aset dan Perlindungan Masyarakat Adat: Kedua isu ini berhubungan dengan upaya negara dalam menciptakan keadilan sosial. Tuntutan pengesahan regulasi tersebut memperlihatkan kesadaran publik bahwa hukum harus menjadi instrumen perlindungan, bukan justru menambah kerentanan masyarakat.

Aksi demonstrasi berlangsung dalam suasana kondusif dan ditutup dengan lantunan shalawat yang dipimpin oleh Habib Fahurrahman. Penandatanganan dokumen kesepakatan turut disaksikan oleh Kapolda Kalimantan Selatan, Irjen. Pol. Rosyanto Yudha Hermawan, S.I.K., M.H., serta Komandan Korem 101/Antasari, Brigjen. TNI Ilham Yunus, S.E., M.M. Kehadiran aparat kepolisian dan TNI pada momen tersebut memperlihatkan adanya pendekatan kolaboratif dalam menjaga keamanan dan ketertiban, tanpa menimbulkan eskalasi yang berlebihan.

Aksi demonstrasi berlangsung dalam suasana kondusif dan ditutup dengan lantunan shalawat yang dipimpin oleh Habib Fahurrahman. Penandatanganan dokumen kesepakatan turut disaksikan oleh Kapolda Kalimantan Selatan, Irjen. Pol. Rosyanto Yudha Hermawan, S.I.K., M.H., serta Komandan Korem 101/Antasari, Brigjen. TNI Ilham Yunus, S.E., M.M. Kehadiran aparat kepolisian dan TNI pada momen tersebut memperlihatkan adanya pendekatan kolaboratif dalam menjaga keamanan dan ketertiban, tanpa menimbulkan eskalasi yang berlebihan.

Massa aksi kemudian membubarkan diri secara teratur, menandai bahwa proses dialog antara rakyat dan lembaga legislatif dapat berjalan tanpa harus menimbulkan konflik fisik.

Dari perspektif akademis, peristiwa ini dapat dipandang sebagai cerminan dialektika politik lokal antara masyarakat sipil dan lembaga negara. Tuntutan yang muncul tidak hanya berkaitan dengan isu-isu daerah, tetapi juga bersinggungan dengan agenda nasional yang lebih luas.

DPRD Provinsi Kalimantan Selatan, melalui kepemimpinan H. Supian H.K., menunjukkan bahwa peran representatifnya tidak boleh berhenti pada pembuatan kebijakan daerah, melainkan juga sebagai jembatan politik antara rakyat dan pemerintah pusat.

Dengan demikian, momentum ini tidak sekadar menjadi catatan demonstrasi, melainkan juga refleksi bahwa demokrasi substantif menuntut ruang dialog, transparansi, serta keberanian lembaga politik dalam mengawal aspirasi masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *